Subscribe:

Dunia Yang Menipu



Setiap manusia, hampir tanpa kecuali, menghargai wajah yang cantik. Rumah besar yang mewah, perabotan berlapis emas dan mobil mewah bagi sebagian manusia adalah harta benda yang paling dipuja. Manusia menginginkan banyak hal dalam hidupnya, namun kecantikan dari apa pun yang kita miliki ditakdirkan lenyap pada waktunya.

Buah perlahan-lahan berubah warna menjadi gelap dan akhirnya menjadi busuk dari saat ia dipetik dari batangnya. Harumnya bunga yang mengisi ruangan kita terbatas waktunya. Segera, warna mereka menghilang dan mereka layu.

Wajah yang paling cantik berkeriput setelah beberapa puluh tahun: efek bertahun-tahun pada kulit dan berubahnya rambut menjadi abu-abu membuat wajah yang cantik tersebut tidak berbeda dari orang-orang tua lainnya. Tidak tertinggal jejak pipi kemerahan yang sehat milik seorang remaja setelah berlalunya waktu bertahun-tahun. Bangunan membutuhkan renovasi, kendaraan menjadi ketinggalan jaman dan, bahkan lebih buruk lagi, berkarat. Singkatnya, segala yang mengelilingi kita akan digerogoti waktu. Sebagiannya terlihat seperti “proses alami.

Bagaimanapun, hal ini menyampaikan sebuah pesan yang jelas: “tidak ada satu pun yang kebal terhadap pengaruh waktu”.

Di atas segalanya, setiap tumbuhan, binatang, dan manusia di dunia – dengan kata lain, setiap mahkluk hidup –tidaklah kekal. Fakta bawa populasi dunia tidak mengecil selama berabad-abad karena banyaknya kelahiran seharusnya tidak membuat kita mengabaikan kematian.

Namun sebagai sebuah keinginan yang tidak terkendali, bujukan harta benda dan kekayaan sangat memengaruhi manusia. Nafsu akan harta benda tanpa disadari menguasainya. Bagaimanapun, ada satu poin yang harus dipahami:Tuhan pemilik satu-satunya atas segala sesuatu. Makhluk hidup tetap hidup selama Ia kehendaki dan mereka mati begitu Ia menetapkan kematian mereka.

Bayangkanlah anda mendapatkan liburan dua minggu dan tiba di tempat peristirahatan favorit Anda setelah perjalanan delapan jam yang melelahkan. Lobi dipenuhi orang-orang yang berlibur seperti anda. Anda bahkan melihat beberapa wajah yang akrab dan menyalami mereka. Cuacanya hangat dan Anda tak ingin kehilangan satu detik pun untuk menikmati sinar matahari dan laut yang tenang, maka tanpa membuang waktu, Anda mencari ruangan Anda, mengenakan pakaian renang Anda dan bergegas ke pantai. Akhirnya, Anda berada dalam air yang sebening kristal, namun tiba-tiba Anda dikejutkan sebuah suara: “Bangun, kamu akan terlambat bekerja!”

Anda menganggap kata-kata ini tidak masuk di akal. Untuk sesaat, Anda tidak dapat memahami apa yang terjadi; ada sebuah ketidakserasian yang tak terpahami antara apa yang Anda lihat dan dengar. Ketika Anda membuka mata dan mendapatkan diri Anda di kamar tidur Anda, kenyataan bahwa segalanya hanyalah mimpi sangat mengagetkan anda. Anda tidak dapat menahan ekspresi kekagetan ini: “Saya berkendaraan selama delapan jam untuk mencapai tempat itu. Meskipun kini di luar sangat dingin, saya merasakan cahaya matahari di dalam mimpi saya. Saya merasakan air membasahi wajah saya.”

Perjalanan delapan jam ke tempat peristirahatan, saat-saat Anda menunggu di lobi, singkatnya segala yang berhubungan dengan liburan Anda sesungguhnya hanyalah mimpi yang berlangsung beberapa detik. Meski tidak dapat dibedakan dari kehidupan nyata, apa yang Anda alami tersebut hanyalah mimpi semata.
Hal ini menunjukkan bahwa kita mungkin akan dibangunkan dari kehidupan di dunia sebagaimana kita dibangunkan dari mimpi. Lalu, orang-orang yang tidak mempunyai  kesadaran menunjukkan kekagetan yang sama. Seumur hidup, mereka tidak dapat membebaskan diri dari anggapan keliru bahwa kehidupan mereka akan berlangsung lama. Namun, saat mereka dibangkitkan kembali, mereka akan mendapati bahwa lamanya waktu yang tampak sebagai 60 atau 70 tahun masa hidup bagaikan hanya beberapa detik
Seperti seseorang yang terbangun dari mimpi, dengan getir menyaksikan lenyapnya semua gambaran tentang liburan panjang yang menyenangkan, dan tiba-tiba menyadari bahwa hal tersebut hanyalah sebuah mimpi yang berlangsung beberapa detik saja. Begitu pula, singkatnya kehidupan akan sangat memukul seseorang terutama saat segala hal lain tentang hidupnya terlupakan.

Sama halnya dengan mereka yang hidup selama beberapa jam atau hari, orang-orang yang hidup selama tujuh puluh tahun juga memiliki waktu yang terbatas di dunia ini.… Sesuatu yang terbatas akan berakhir suatu saat. Baik kehidupan selama delapan puluh atau seratus tahun, setiap hari membawa manusia mendekat pada hari yang telah ditakdirkan tersebut. Manusia, sesungguhnya, mengalami kenyataan ini sepanjang hidupnya. Tidak peduli betapa panjangnya sebuah rencana yang ia pikirkan bagi dirinya sendiri, suatu hari ia mencapai saat tertentu itu ketika ia akan menyelesaikan cita-citanya. Setiap tujuan atau hal berharga yang dianggap titik balik dalam kehidupan seseorang akan segera menjadi masa lalu.



Bayangkanlah seorang remaja, misalnya, yang baru saja memasuki SMA. Umumnya, ia tidak tahan menunggu hari kelulusannya. Ia menanti-nantikannya dengan hasrat yang tidak tertahankan. Namun segera ia mendapati dirinya sendiri mengikuti perkuliahan. Pada tahap hidupnya ini, ia bahkan tidak ingat tahun-tahunnya yang panjang di SMA. Ada hal lain dalam pikirannya; ia ingin menggunakan tahun-tahun berharga ini untuk meredakan kekhawatirannya terhadap masa depan. Karenanya, ia membuat banyak rencana. Tidak lama kemudian, ia sibuk menyusun pernikahannya yang akan segera datang, sebuah peristiwa istimewa yang sangat dinantinya. Namun waktu berlalu lebih cepat daripada yang diharapkannya dan ia meninggalkan tahun-tahun di belakangnya dan mendapati dirinya sebagai seorang lelaki yang memimpin sebuah keluarga. Pada saat ia menjadi kakek, sebagai seorang lelaki tua dengan kesehatan yang menurun, ia hampir tidak dapat mengingat kejadian-kejadian yang dulu memberinya kesenangan sebagai seorang pemuda. Ingatan yang suram akhirnya benar-benar menghilang. Permasalahan yang dulu menjadi obsesinya sebagai pemuda tidak lagi menarik perhatiannya. Hanya beberapa bayangan dari hidupnya terbentang di depan matanya. Waktu yang telah ditentukan semakin mendekat. Waktu yang tertinggal sangat terbatas; beberapa tahun, bulan, atau bahkan mungkin hari. Kisah klasik tentang manusia, tanpa kecuali, berakhir di sini dengan sebuah pemakaman, yang dihadiri anggota keluarga, teman dekat, dan sanak saudara. Nyatanya, tidak ada seorang pun yang bebas dari akhir ini.

Di bagian awal buku ini, disebutkan bahwa waktu yang dihabiskan seorang manusia di dunia ini pendek bagaikan kejapan mata. Namun, apa pun yang dimiliki seorang manusia dalam kehidupan, ia tidak akan mencapai kepuasan sejati kecuali ia beriman kepada Tuhan dan menyibukkan diri dengan selalu mengingat-Nya.

Sejak beranjak dewasa, ia menginginkan kekayaan, kekuasaan, atau status. Namun bagaimanapun, ia tidak memiliki cukup sumber daya untuk memuaskan keinginan ini, tidak ada kesempatan untuk memiliki semua yang ia inginkan. Kekayaan, kesuksesan, atau bentuk kesejahteraan apa pun, tidak ada yang dapat meredakan ambisinya. Tanpa memandang status sosial atau jenis kelamin, kehidupan manusia kebanyakan terbatas hingga 60 atau 70 tahun saja. Pada akhir masa ini, kematian membuat seluruh cita rasa dan kesenangan itu tidak berarti.

Seseorang yang cenderung tidak mampu mengendalikan keinginannya senantiasa mendapati dirinya benar-benar tidak dapat terpuaskan. Pada setiap tahap kehidupannya, ketidakpuasan ini selalu ada, sementara penyebabnya berubah sesuai waktu dan kondisi.

Bahwa segala sesuatu yang terlihat indah dan cantik di bumi ini akan kehilangan keindahannya suatu saat. Lebih jauh lagi, mereka seluruhnya akan lenyap dari muka bumi ini. Ini sebuah poin penting untuk direnungkan karena Tuhan memberitahu kita bahwa Ia memberikan contoh-contoh demikian “bagi mereka yang berpikir”. Sebagai makhluk yang dapat berpikir, manusia diharapkan memikirkan dan mengambil pelajaran dari aneka peristiwa dan akhirnya menetapkan tujuan rasional bagi hidupnya. “Pikiran” dan “pemahaman” adalah sifat khas manusia; tanpa sifat-sifat ini manusia kehilangan ciri yang paling khusus dan menjadi lebih rendah daripada binatang. Binatang pun menjalani kehidupan seperti manusia dalam banyak hal: mereka bernafas, berkembang biak, dan pada suatu hari, mati. Binatang tidak pernah berpikir mengapa dan bagaimana mereka dilahirkan, atau bahwa mereka akan mati pada suatu hari.